Minggu

Bisakah Kita Menipu Tuhan?

Abu Nawas sebenarnya adalah seorang ulama yang alim. Tak begitu mengherankan jika Abu Nawas mempunyai murid yang tidak sedikit.

Diantara sekian banyak muridnya, ada satu orang yang hampir selalu menanyakan mengapa Abu Nawas mengatakan begini dan begitu. Suatu ketika ada tiga orang tamu bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama. Orang pertama mulai bertanya, "Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"

"Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil." jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" kata orang pertama.

"Sebab lebih mudah diampuni oleh Tuhan." kata Abu Nawas.

Orang pertama puas karena ia memang yakin begitu.

Orang kedua bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"

"Orang yang tidak mengerjakan keduanya." jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" kata orang kedua.

"Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan dari Tuhan." kata Abu Nawas. Orang kedua langsung bisa mencerna jawaban Abu Nawas.

Orang ketiga juga bertanya dengan pertanyaan yang sama. "Manakah yang iebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"

"Orang yang mengerjakan dosa-dosa besar." jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" kata orang ketiga.

"Sebab pengampunan Allah kepada hambaNya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu." jawab Abu Nawas. Orang ketiga menerima aiasan Abu Nawas.

Kemudian ketiga orang itu pulang dengan perasaan puas. Karena belum mengerti seorang murid Abu Nawas bertanya. "Mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda?"

"Manusia dibagi tiga tingkatan. Tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati."

"Apakah tingkatan mata itu?" tanya murid Abu Nawas. "Anak kecil yang melihat bintang di langit. la mengatakan bintang itu kecil karena ia hanya menggunakan mata." jawab Abu Nawas mengandaikan.

"Apakah tingkatan otak itu?" tanya murid Abu Nawas. "Orang pandai yang melihat bintang di langit. la mengatakan bintang itu besar karena ia berpengetahuan." jawab Abu Nawas.

"Lalu apakah tingkatan hati itu?" tanya murid Abu Nawas.

"Orang pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit. la tetap mengatakan bintang itu kecil walaupun ia tahu bintang itu besar. Karena bagi orang yang mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan KeMaha-Besaran Allah."

Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda. la bertanya lagi.

"Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?"

"Mungkin." jawab Abu Nawas.

"Bagaimana caranya?" tanya murid Abu Nawas ingin tahu.

"Dengan merayuNya melalui pujian dan doa." kata Abu Nawas

"Ajarkanlah doa itu padaku wahai guru." pinta murid Abu Nawas

"Doa itu adalah :
llahi lastu lil firdausi ahla, wala aqwa'alan naril jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzanbil 'adhimi.

Sedangkan arti doa itu adalah : Wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas menjadi penghuni surga, tetapi aku tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu terimalah tobatku serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar.

Jumat

Mimpi Religius Nasrudin


Nasrudin sedang dalam perjalanan dengan pastur dan yogi. Pada hari kesekian, bekal mereka tinggal sepotong kecil roti. Masing-masing merasa berhak memakan roti itu. Setelah debat seru, akhirnya mereka bersepakat memberikan roti itu kepada yang malam itu memperoleh mimpi paling relijius. Tidurlah mereka.

Pagi harinya, saat bangun, pastur bercerita: “Aku bermimpi melihat kristus membuat tanda salib. Itu adalah tanda yang istimewa sekali.”

Yogi menukas, “Itu memang istimewa. Tapi aku bermimpi melakukan perjalanan ke nirwana, dan menemui tempat paling damai.”

Nasrudin berkata, “Aku bermimpi sedang kelaparan di tengah gurun, dan tampak bayangan nabi Khidir bersabda ‘Kalau engkau lapar, makanlah roti itu.’ Jadi aku langsung bangun dan memakan roti itu saat itu juga.”

Kamis

Benarkah Tuhan Itu Ada ?

Ada seorang pemuda yang lama sekolah di negeri paman Sam kembali ke tanah air.
Sesampainya dirumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seorang Guru agama, Kyai atau siapapun yang bisa menjawab 3 pertanyaannya.
Akhirnya Orang tua pemuda itu mendapatkan orang tersebut.

Pemuda: Anda siapa? Dapatkah anda menjawab pertanyaan-pertanyaan saya?

Kyai: Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda

Pemuda: Anda yakin? seorang Profesor dan banyak orang pintar saja tidak mampu menjawab pertanyaan pertanyaan saya.

Kyai: Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya

Pemuda: Saya punya 3 buah pertanyaan

1. Kalau memang Tuhan itu ada, tolong tunjukan wujud Tuhan kepada saya

2. Apakah yang dinamakan takdir

3. Kalau syetan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat syetan sebab mereka memiliki unsur yang sama.
Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu?

Tiba-tiba Kyai tersebut menampar pipi si Pemuda dengan keras.

Pemuda (sambil menahan sakit): Kenapa anda marah kepada saya?

Kyai: Saya tidak marah...Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 buah pertanyaan yang anda ajukan kepada saya

Pemuda: Saya sungguh-sungguh tidak mengerti

Kyai: Bagaimana rasanya tamparan saya?

Pemuda: Tentu saja saya merasakan sakit

Kyai: Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada?

Pemuda: Ya

Kyai: Tunjukan pada saya wujud sakit itu !

Pemuda: Saya tidak bisa

Kyai: Itulah jawaban pertanyaan pertama: kita semua merasakan keberadaan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.

Lalu, Kyai tersebut melanjutkan kata-katanya

Kyai: Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?

Pemuda: Tidak

Kyai: Apakah pernah terpikir oleh anda akan menerima sebuah tamparan dari saya hari ini?

Pemuda: Tidak

Kyai: Itulah yang dinamakan TAKDIR

Kyai: Terbuat dari apakah tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?

Pemuda: kulit

Kyai: Lalu, terbuat dari apakah pipi anda?

Pemuda: kulit juga..

Kyai: Bagaimana rasanya tamparan saya?

Pemuda: sakit

Kyai: Walaupun Syeitan terbuat dari api dan Neraka terbuat dari api, Jika Tuhan berkehendak maka Neraka akan Menjadi tempat menyakitkan untuk syeitan.

Wasalam

Rabu

Islam adalah Rahmat bagi seluruh alam


Jum'at lalu, tiba - tiba warga Jakarta, dikagetkan oleh dua buah bom yang meledak, di Hotel JW Marriot, dan Ritz Calton, dua tempat yang dianggap sangat mewakili kepentingan AS di Indonesia, banyak kalangan berspekulasi tentang motif dibalik bom tsb. Adakah terkait pilpres? seperti yang disampaikan oleh presiden SBY, dalam Press Confrence beberapa jam setelah kejadian. Atau masih ada keterkaitan antara bom - bom terdahulu yang pernah meledak di sejumlah tempat di Indonesia? yang didalangi oleh Noor Din M Top yang masih jadi buronan nomor wahid di Indonesia.

Terlepas dari apa motif dibalik aksi biadab tsb, mari kita serahkan semuanya kepada pihak yang berwajib, semoga bisa secepatnya mengungkap pelaku dan dalang peledakan kedua hotel ternama di Indonesia itu. Karena didalam ajaran agama manapun, baik Islam sebagai agama terbesar, ataupun agama - agama lainnya, tidak ada satu ayatpun yang mengajarkan umatnya untuk membunuh orang lain dengan cara sekeji itu. Hal ini sangat menyakitkan sekali bagi umat Islam dan khususnya saya sebagai penulis blog ini, bila ada segelintir orang yang dengan entengnya menafsirkan bahwa tindakan mereka dibenarkan oleh agama Islam, Naudzubillah suma naudzubillah.

Semua orang saya yakin sangat menyayangkan tindakan kelompok tertentu dalam Islam yang berpadangan picik dan mencoba menafsirkan ayat secara sepotong-sepotong untuk menjustifikasi keinginan mereka, sehingga akhirnya mereka melakukan tindakan yang bertentangan dengan nilai nilai agama Islam.

Sementara, Islam adalah agama rahmatallilalamin bukanlah rahmatallilmukminin, bukan hanya orang muslim saja yang mendapatkan rahmat, tapi memberikan rahmat pula bagi seluruh alam, baik muslim ataupun non muslim. Jadi tindakan terorisme atau tindakan anarkis lainnya, jelas-jelas akan memojok citra Islam yang merupakan agama cinta damai.

Dengan demikian usaha penyadaran kembali perlu diambil sesuai dengan cara yang makruf dalam kontek wilayah masing-masing.
Semoga dengan ada kejadian tsb kita semua dapat mengambil hikmatnya dengan sebaik - baiknya.

Amiien

Selasa

Asmaul Husna

Asmaul Husna berasal dari kata ismi (nama) husna· Artinya nama-nama yang indah. Nama-nama tersebut hanya dimiliki dan disandang oleh Allah SWT, jumlahnya sebanyak 99 (sembilan pUluh sembilan). Menurut Abdullah bin Sani dalam bukunya Asmaul Husna dalam komentar, 76 nama dari Asmaul Husna terdapat dalam Al Qur’an, sedang yang 23 lainnya terdapat dalam hadits.

Adanya Asmaul Husna diterangkan dalam Al Qur’an. “Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia. Dia memiliki Al Asmaul (nama-nama baik)“. (QS. Thoha: 8).

Asmaul Husna merupakan amalan yang bermanfaat dan mempunyai nilai yang tak terhingga tingginya. “Allah memiliki Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan (menyebut) nama-nama-Nya yang baik itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al A’raf: 180) Katakanlah, “serulah Allah atau serulah ar Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu menyeru-Nya, maka bagi-Nya nama-nama yang baik.” (QS. Al Isra’: 110).

Dijelaskan pula dalam hadits: “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, yaitu
seratus dikurangi satu. Barangsiapa menghafalkannya, akan masuk surga. Sesungguhnya itu witir (tidak genap). Dia menyukai witir itu.”(HR. Imam Baihaqi). Adanya Asmaul Husna secara rinci diterangkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. sebagai berikut:

1. Allahu

2. Ar Rahman, Yang Maha Pemurah kepada seluruh mahluk-Nya.

3. Ar Rahim, Yang Maha Penyayang kepada hamba-Nya yang beriman.

4. Al Malik, Yang Maha Kuasa atas alam semesta.

5. Al Quddus, Yang Maha Suci dari segala kekurangan.

6. As Salam, Yang Maha Sejahtera. Dia lah yang mensejahterakan seluruh mahluk-mahluk-Nya.

7. Al Mu’min, Yang Mengaruniakan Keamanan.

8. Al Muhaimin, Yang Maha Memelihara.

9. Al ‘Aziz, Yang Maha Perkasa.

10. Al Jabbar, Yang Kehendaknya tidak dapat diingkari.

11. Al Mutakabbir, Yang memiliki kebesaran.

12. Al Khaliq, Yang Maha Pencipta.

13. Al Bari’, Yang Melepaskan. Dzat yang dapat menghasilkan suatu benda dari benda yang lain jenisnya dan penjaga keseimbangan dari segala sesuatu.

14. Al Mushawwir, Yang menciptakan rupa makhluk.

15. Al Ghaffar, Yang Maha Pengampun.

16. Al Qahhar, Yang Maha Perkasa, mampu memaksa makhluk-Nya untuk menjalankan kehendak-Nya

17. Al Wahhab, Yang Maha Pemberi Karunia.

18. Al Razzaq, Yang Maha Pemberi Rejeki.

19. Al Fattah, Yang Maha Pembuka (pintu rahmat).

20. Al Alim, Yang Maha Mengetahui Segalanya.

21. Al Qabidh, Yang Maha Menyempitkan Kenikmatan.

22. Al Basith, Yang Maha Melapangkan Rezeki dan Kemudahan.

23. Al Khafidh, Yang Merendahkan Martabat makhluk-Nya.

24. Ar Rafi, Yang Meninggikan Martabat mahluk-Nya.

25. Al Mu’izzu, Yang Maha Memuliakan makhluk-Nya.

26. Al Mudzillu, Yang Maha Menghinakan makhluk-Nya.

27. As Sami’, Yang Maha Mendengar Segala Suara, tidak kecuali suara hati.

28. Al Bashir, Yang Maha Melihat.

29. Al Hakam, Yang Maha Menetapkan.

30. Al ‘Adl, Yang Maha Adil.

31. Al Lathif, Yang Maha Penyantun.

32. Al Khabir, Yang Maha Mengetahui Segala Rahasia.

33. Al Halim, Yang Maha Penyantun. Tidak cepat menjatuhkan hukuman kepada orang-orang berdosa.

34. Al ‘Azhim, Yang Maha Agung dari segalanya.

35. Al Ghafur, Yang Maha Pengampun.

36. Asy Syakur, Yang Maha Pembalas jasa perbuatan-perbuatan baik hamba-Nya.

37. Al ‘Aliyy, Yang Maha Tinggi.

38. Al Kabir, Yang Maha Besar.

39. Al Hafizh, Yang Maha Penjaga.

40. Al Muqit, Yang Maha Memelihara.

41. Al Hasib, Yang Maha Pembuat Perhitungan

42. Al Jalil, Yang Memiliki Keagungan.

43. Al Karim, Yang Maha Mulia.

44. Ar Raqib, Yang Maha Mengawasi.

45. Al Mujib, Yang Maha Mengabulkan.

46. Al Wasi’, Yang Maha Luas.

47. Al Hakim, Yang Maha Bijaksana.

48. Al Wadud, Yang Maha Pengasih.

49. Al Majiid, Yang Maha Mulia.

50. Al Ba’its, Yang Maha Membangkitkan.

51. Asy Syahid, Yang Maha Menyaksikan.

52. Al Haqq, Yang Maha Benar.

53. Al Wakil, Yang Maha Memelihara.

54. Al Qawiy, Yang Maha Kuat.

55. Al Matin, Yang Maha Kokoh.

56. Al Waliy, Yang Maha Melindungi.

57. Al Hamid, Yang Maha Terpuji.

58. Al Muhshiy, Yang Maha Menghitung, mengetahui jumlah dan ukuran segala sesuatu.

59. Al Mubdi’, Yang Maha Memulai.

60. Al Mu’id, Yang Maha Mengembalikan kehidupan makhluk-Nya.

61. Al Muhyi, Yang Maha Menghidupkan.

62. Al Mumit, Yang Maha Mematikan.

63. Al Hayy, Yang Maha Hidup.

64. Al Qayyum, Yang Maha Mandiri .

65. Al Wajid, Yang Maha Menemukan apa yang dikehendaki.

66. Al Maajid, Yang Maha Mulia.

67. Al Wahid, Yang Maha Tunggal/Esa.

68. Al Shamad, Yang Maha Dibutuhkan.

69. Al Qadir, Yang Maha Kuasa.

70. Al Muqtadir, Yang Maha Berkuasa.

71. Al Muqaddim, Yang Maha Mendahulukan.

72. Al Mu’akhkhir, Yang Maha Mengakhirkan.

73. Al Awwal, Yang Maha Permulaan.

74. Al Akhir, Yang Maha Akhir.

75. Az Zhahir, Yang Maha Nyata.

76. Al Bathin, Yang Maha Ghaib.

77. Al Waliy, Yang Maha Memerintah.

78. Al Muta’aliy, Yang Maha Tinggi.

79. Al Barr, Yang Maha Dermawan.

80. Al Tawwab, Yang Maha Menerima Tobat.

81. Al Muntaqim, Yang Maha Penyiksa.

82. Al ‘Afwu, Yang Maha Pemaaf.

83. Al Ra’uf, Yang Maha Pengasih.

84. Malikul Mulk, Yang Maha Menguasi kerajaan.

85. Dzul Jalali wal Ikram, Yang Maha Memiliki Kebesaran dan Kemuliaan.

86. Al Muqsith, Yang Maha Adil.

87. Al Jami’, Yang Maha Pengumpul.

88. Al Ghaniy, Yang Maha Berkecukupan.

89. Al Mughniy, Yang Maha Pemberi Kekayaan.

90. Al Mani’, Yang Maha Pencegah.

91. Adh Dharr, Yang Maha Pemberi Derita.

92. An Nafi’, Yang Maha Pemberi Manfaat.

93. An Nur, Yang Maha Bercahaya.

94. Al Hadi, Yang Maha Pemberi Petunjuk.

95. Al Badi’, Yang Maha Pencipta.

96. Al Baqiy, Yang Maha Kekal.

97. Al Warits, Yang Maha Pewaris.

98. Ar Rasyid, Yang Maha Pandai.

99. Ash Shabur, Yang Maha Sabar

Shalat dalam Kehidupan Seorang Muslim


Salat merupakan tali pengikat ruhani yang sangat kuat antara seorang hamba dengan Penciptanya. Hubungan yang melambangkan kehinadinaan hamba di hadapan Tuhannya dan keagungan Sang Khaliq di depan hamba-Nya.
Salat merupakan tali pengikat ruhani yang sangat kuat antara seorang hamba dengan Penciptanya. Hubungan yang melambangkan kehinadinaan hamba di hadapan Tuhannya dan keagungan Sang Khaliq di depan hamba-Nya. Salat dengan gamblang menggambarkan kekecilan seorang hamba dan kebesaran Allah. Salat adalah sarana munajat mendekatkan diri kepada Allah.

Salat adalah tangga ruh dan kalbu orang-orang yang merindu Allah..Dengan salat mereka merajut malam di mihrab-mihrab mahabbah dan syauq sambil bercengkerama penuh nikmat dengan Tuhannya yang sedang membuka tirai-tirai langit bagi orang-orang yang sedang istighfar dan munajat. Lambungnya segan berdekatan dengan kasur-kasur empuk.

Mereka berdoa pada Tuhannya dengan air linangan air mata harap dan cemas Hati mereka terasa hangat tatkala lambingan munajat mereka panjatkan di relung-relung malam yang senyap. mereka menyibak awan dan gemintang dengan alunan panjang tasbih dan tahmid kepada Tuhan. Mereka getarkan pintu-pintu langit munajat cinta yang senantiasa bergelora di titian malam yang pendek..

Salat adalah tiang agama dan penyangga rusuk-rusuk dan organ-organ agama yang lain. Jika tiang utama hancur maka kelumpuhan akan segera terjadi pada organ-organ yang lain. Jika tiang utama ini melemah maka kehidupan agama tidak bisa diharapkan bergerak kembali. Keletihan jiwa akan merasuk kelumpuhan ruhani akan menjadi epedemi.

Salat sangat berpengaruh pada pembentukan akhlak dan moralitas seseorang. Dia mampu menjadi imunisasi paling manjur bagi pelakunya untuk terjauhkan dari semua kekejian dan kejahatan. Dia menjadi obat paling mujarab yang menentramkan jiwa para pelakunya dan mampu mencegah pelakunya untuk tidak terjebak dalam kerakusan dan ketamakan. Dia akan mampu menjaga pelakunya untuk senantiasa bersikap rendah hati dan tawadhu’ di hadapan siapa saja. Dia akan mampu mendongkrak harga diri pelakunya di hadapan siapapun yang menyombongkan diri di hadapan Allah.

Salat adalah munajat dan doa. Ia adalah taubat dan inabah. Ia adalah tasbih dan istighfar, tahmid dan takbir serta tahlil yang teramu dalam sebuah untaian prosesi indah menggapai nikmat pertemuan dengan Kekasih.

Salat menjadi terminal seorang hamba dalam perjalanan hidupnya untuk sejenak bersuka-ria bertemu dengan Tuhannya, Sang Maha Diraja. Dalam salatlah mereka merasakan kenikmatan ruhani dan jiwa yang sangat sensasional.. Bahkan ada yang mengatakan : Andaikata penduduk bumi tahu kenikmatan yang kami rasakan saat kami salat, pastilah mereka akan memenggal kepala kami dengan pedang-pedang nan tajam.

Dalam salat, kita menyucikan-Nya, bermunajat dengan firman-firman-Nya. Kita ruku’ dan sujud pada-Nya. Kita renungi kembali asal penciptaan kita yang berasal dari tanah dan unsur-unsur alam yang ada. Dari bahan tersebut, Dia melengkapi kita dengan kemauan dan kekuatan sehingga kita mampu menyucikan, menjunjung, menahan tuntutan fisik dan syahwat, meluruskan instink, menggelorakan kecenderungan menegakkan kesucian dan berusaha melawan penyimpangan-penyimpangan yang mengarah pada kekejian dan kejahatan.

Salat merupakan sarana mendidik jiwa dan memperbaharui semangat serta sebagai penyucian akhlak. Ia adalah tali penguat pengendali diri, pelipur lara, penyejuk jiwa dan pengaman dari rasa takut dan cemas. Ia akan menghancurkan kelemahan dan akan menjadi senjata ampuh bagi mereka yang merasa terasingkan.

Salat membersihkan jiwa dari sifat-sifat buruk. Dia akan menyingkirkan dunia dari hati pelakunya dan akan meletakkannya di telapak tangannya. Dia akan mencari dunia untuk dikendalikan dan bukan dunia yang mengendalikan dirinya.

Salat adalah kebun ibadah yang di dalamnya penuh dengan segala yang menyenangkan dan menggembirakan. Ada takbir, ada ruku’, ada berdiri, ada sujud, ada duduk dan tahiyyat yang di dalamnya penuh dengan munajat. Ia adalah cahaya yang ada di dalam hati seorang mukmin dan nur yang akan memberikan penerangan kala mereka dikumpulkan di padang mahsyar. Sebagaimana Rasulullah sabdakan :

الصلاة نور
Salat itu adalah cahaya (HR. Muslim).

Dengan salat kita minta pertolongan kepada Allah dengan segala kerendahan jiwa yang terekspresikan lewat ruku’ dan sujud, yang terekam dalam semarak doa dan munajat.

واستعينوا بالصبر والصلاة وإنها لكبيرة إلا على الخاشعين
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk (Al-Baqarah : 45).

Salat akan terasa berat jika kekhusyuaan kita demikian hampa, ia akan terasa beban jika kita tidak merindukan pertemuan dengan Sanga Mahakasih. Sebaliknya salat akan terasa nikmat bagi orang-orang yang khusyu’, bagi mereka yang menjadikan salat sebagai tangga menuju pertemuan dengan Sang Khalik. Salat yang benar akan senantiasa mampu menjadi tameng dari maksiat-maksiat yang mungkin akan menenggelamkan ruhani kita dan merubuhkan pilar keimanan kita, serta mematikan potensi keihsanan kita :

اتل ما أوحي إليك من الكتاب وأقم الصلاة إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر ولذكر الله أكبر والله يعلم ما تصنعون
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al-Ankabuut : 45).

Barang siapa yang menjaga salatnya, maka salat itu menjadi cahaya dan keterangan (bukti) serta penyelamat baginya di hari kiamat (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Thabrani).

Meruyaknya kejahatan di tengah kita bisa saja terjadi yang berupa pemyimpangan, kekejian kekotoran-kekotoran ruhani sangat mungkin terjadi karena salat kita tidak lagi ada bobot nilai-nilai ilahiyahnya. Salat kita hanya berupa rangka-rangka dan gerak yang hampa ruhani. Salat kita laksana mayat yang tanpa ruh, salat kita telah mati saat kita melakukannya.

Ironi, jika peringatan rutin peristiwa Isra' Mi'raj ya setiap tahun tidak melahirkan salat khusyu' yang mampu menggetarkan nurani dan menembus hingga ke langit. Salat yang hampa kekhusyu'un dan hampa kerendahan hati akan melahirkan kehampaan-kehampaan baru yang tiada henti.

Maka, sudah saatnylah kita jadikan salat sebagai sumber cahaya yang akan menerangi perjalanan kita menuju Allah Yang Maha Kuasa.

Dengan salat jiwa kita menjadi tentram, sejuk dan segar. Karena dalam salat aliran ketentraman dari langit terus mengalir. Tanpa henti.

Nasehat Ustadz Samson Rahman