Selasa

Manfaat Surat Al-Ikhlas

Seorang Imam besar ‘Abdullah al-Haddad sangat menganjurkan agar mengamalkan bacaan suratul Ikhlash sebanyak sebelas (11) kali dan dihadiahkan pahalanya kepada saudara-saudaramu yang telah mendahuluimu kembali ke rahmatullah. Ini adalah anjuran daripada seorang ulama dan waliyullah yang menjadi ikutan dan panutan dirimu, maka apabila engkau mendengar suara-suara sumbang yang membid’ah-sesatkan amalan-amalan seumpama bertahlil dan hadiah pahala ini. Cukuplah bagimu jika hanya Imam yang mulia ini saja yang menganjurkannya, apalagi tidak hanya beliau seorang saja tetapi ribuan bahkan jutaan ulama dan awliya’ yang sependapat dengan beliau. Tetaplah engkau istiqamah dengan amalan yang telah engkau terima daripada para ulama dan leluhurmu terdahulu. Jangan dihiraukan celaan para pencela.

Ibadah Haji

Makna Haji

Kata "haji" berasal dari "hajja-yahijju-hijjun" (kata benda) dan "hajja-yahujju-hajju" (kata sifat). Namun kata ini juga bisa berbentuk "hajja-yahujju-hujjatun", yang memiliki makna lain.

Hajja yang menghasilkan kata "hijjun" maupun "hajjun" inilah yang diartikan sebagai ibadah haji, atau perjalanan yang disengaja. Sedangkan hajja yang menghasilkan "hujjatun" bermakna "alasan, tanda atau alamat".

Definisi Haji

Secara syar'i, haji berarti "melakukan perjalanan dengan disengaja ke tempat-tempat suci dengan amalan-amalan tertentu dengan niat beribadah kepada Allah s.w.t.".

Sedangkan defenisi lain, sesuai makna kedua dari haji, adalah "melaksanakan rukun Islam yang kelima sebagai alamat penyempurnaan keislaman seorang Muslim".

Hukum dan Kedudukan Haji

Sepakat para ulama dan seluruh ummat bahwa haji merupakan "kewajiban dan fardhu 'ain" atas semua Muslim, pria maupun wanita, yang telah memenuhi persyaratannya, sekali dalam seumur.

Sedangkan kedudukan haji dalam Islam adalah Rukun Islam yang kelima.

Syarat-Syarat Kewajiban Haji

1. Islam.

2. Berakal.

3. Baligh.

4. Merdeka.

5. Mampu (istitha'ah)

6. Muhrim
(bagi wanita, menurut Imam Ahmad)

Macam-Macam Pelaksanaan Haji

1. Ifrad: Yaitu melakukan niat haji semata (tanpa umrah). Tanpa DAM

2. Qiran: Melakukan niat haji dan Umrah sekaligus. Dam diharuskan

3. Tamattu': Berniat umrah pada bulan-bulan haji, lalu pada tgl 8 Dzulhijjah melakukan niat haji. DAM diharuskan, atau berpuasa 3 hari di tanah suci dan 7 hari jika telah kembali ke negara asal.

Rukun-Rukun Haji (jika ditinggalkan, haji menjadi batal)

1. Ihram
2. Wukuf di Arafah
3. Thawaf Ifadhah
4. Sa'i
5. Tahallul
6. Berurut (Syafi'i)

Wajib-wajib Haji (jika ditinggalkan, wajib memotong DAM)

1. Berihram dari Miqat
2. Mengucapkan Talbiyah (minimal sekali)
3. Memakai pakaian khusus (pria: 2 potong kain tak berjahit. Wanita pakaian Muslimah)
4. Berada di Arafah hingga terbenam matahari
5. Mabit di Muzdalifah (minimal lewat ½ malam)
6. Melempar Jumrah (hari pertama hanya Aqabah. Disusul 2-3 hari melempar seluruh Jumrah)
7. Mabit di Mina (2-3 malam)
8. Tawaf Wada'

Haji dan Ziarah Madinah

Ada semacam asumsi yang berkembang bahwa ziarah ke Madinah dengan shalat arba'iin (shalat 40 kali waktu tanpa masbuq) di masjid Nabawi menjadi penentu afdhal tidaknya haji seseorang. Padahal, sebenarnya hubungan antara haji dan ziarah ke masjid Nabawi di Madinah adalah dua entity ibadah yang terpisah. Haji adalah wajib dan menjadi rukun kelima Islam, sementara ziarah sekedar sunnah yang dianjurkan oleh Rasululah SAW. Untuk itu, sebenarnya kedua-duanya tidak ada hubungan serta tidak saling menambah atau mengurangi bobot ibadahnya.

(Allahumma ij'alhu hajjan mabruuran wa sa'yan masykuuran wa dzanban maghfuuran wa tijaaratan lan tabuur)

Ameiiiiin!

Kamis

Nikah Mut'ah

Pengertian Mut’ah

Mut’ah berasal dari kata tamattu’ yang berarti bersenang-senang atau menikmati. Adapun secara istilah mut’ah berarti seorang laki-laki menikahi seorang wanita dengan memberikan sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu, pernikahan ini akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah di tentukan tanpa talak serta tanpa kewajiban memberi nafkah atau tempat tinggal dan tanpa adanya saling mewariri antara keduanya meninggal sebelum berakhirnya masa nikah mu’ah itu. (Fathul Bari 9/167, Syarah shahih muslim 3/554, Jami’ Ahkamin Nisa’ 3/169).

Hukum Nikah Mut’ah

Pada awal perjalanan Islam, nikah mut’ah memang dihalalkan, sebagaimana yang tercantum dalam banyak hadits diantaranya:

Hadits Abdullah bin Mas’ud:
“berkata: Kami berperang bersama Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sedangkan kami tidak membawa istri istri kami, maka kami berkata bolehkan kami berkebiri? Namun Rasululloh melarangnya tapi kemudian beliau memberikan kami keringanan untuk menikahi wanita dengan mahar pakaian sampai batas waktu tertentu”. (HR. Bukhari 5075, Muslim 1404).

Hadits Jabir bin Salamah:
“Dari Jabir bin Abdillah dan Salamah bin ‘Akwa berkata: Pernah kami dalam sebuah peperangan, lalu datang kepada kami Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan berkata: Telah diizinkan bagi kalian nikah mut’ah maka sekarang mut’ahlah”. (HR. Bukhari 5117).

Namun hukum ini telah dimansukh dengan larangan Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menikah mut’ah sebagaimana beberapa hadits diatas. Akan tetapi para ulama berselisih pendapat kapan diharamkannya niakh mut’ah tersebut dengan perselisihan yang tajam, namun yang lebih rajih-Wallahu a’lam- bahwa nikah mut’ah diharamkan pada saat fathu makkah tahun 8 Hijriyah. Ini adalah tahqiq Imam Ibnul Qoyyim dalam zadul Ma’ad 3/495, Al-Hafidl Ibnu Hajar dalam fathul bari 9/170, Syaikh Al-Albani dalam irwaul Ghalil 6/314.

Telah datang dalil yang amat jelas tentang haramnya nikah mut’ah, diantaranya:
Hadits Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu: “Dari Ali bin abi Thalib berkata: Sesungguhnya Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang nikah mut’ah dan memakan daging himar jinak pada perang khaibar” (HR. Bukhari 5115, Muslim 1407).

Hadits Sabrah bin Ma’bad Al-Juhani Radiyallahu ‘anhu:
“berkata:Rasululloh Shallallahu ‘alahi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah mut’ah pada waktu fathu makkah saat kami masuk Makkah kemudian beliau melarang kami sebelum kami keluar dari makkah. Dan dalam riwayat lain: Rasululloh bersabda: Wahai sekalian manusia, sesunggunya dahulu saya telah mengizinkan kalian nikah mut’ah dengan wanita. Sekarang Alloh telah mengharamkannya sampai hari kiamat, maka barangsiapa yang memiliki istri dari mut’ah maka hendaklah diceraikan” (HR. Muslim 1406, Ahmad 3/404).

Hadits Salamah bin Akhwa Radiyallahu ‘anhu:
“berkata:Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberikan keringanan keringanan untuk mut’ah selama tiga hari pada perang authos kemudian melarangnya” (HR. Muslim 1023).

Syubhat dan Jawabannya

Orang-orang yang berusaha untuk meracuni umat islam dengan nikah mut’ah, mereka membawa beberapa syubhat untuk menjadi tameng dalam mempertahankan tindakan keji mereka, tetapi tameng itu terlalu rapuh. Seandainya bukan karena ini telah mengotori fikiran sebagian pemuda ummat Islam maka kita tidak usah bersusah payah untuk membantahnya. Syubhat tersebut adalah

Pemikiran Mereka Yang Menafsirkan bahwa:
Firman Alloh Ta’ala: Maka apabila kalian menikahi mut’ah diantara mereka (para wanita) maka berikanlah mahar mereka” (QS. An-Nisa: 24).

Juga karena Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam jelas pernah membolehkan nikah mut’ah, padahal beliau tidak mungkin berbicara dengan dasar hawa nafsu akan tetapi berbicara dengan wahyu, dan oleh karena ayat ini adalah satu-satunya ayat yang berhubungan dengan nikah mut’ah maka hal ini menunjukkan akan halalnya nikah mut’ah. Lihat Al-Mut’ah fil Islam oleh Al-Amili hal 9).

Jawaban Atas Syubhat ini adalah:
Memang sebagian ulama’ manafsirkan istamta’tum dengan nikah mut’ah, akan tetapi tafsir yang benar dari ayat ini apabila kalian telah menikahi wanita lalu kalian berjima’ dengan mereka maka berikanlah maharnya sebagaimana sebuah kewajiban atas kalian.

Berkata Imam Ath Thabari setelah memaparkan dua tafsir ayat tersebut:
Tafsir yang paling benar dari ayat tersebut adalah kalau kalian menikahi wanita lalu kalian berjima’ dengan mereka maka berikanlah maharnya, karena telah datang dalil dari Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam akan haramnya nikah mut’ah. (Tafsir Ath-Thabati 8/175).

Berkata Imam Al-Qurthubi:
Tidak boleh ayat ini digunakan untuk menghalalkan nikah mut’ah karena Rasululloh Shallallahu ‘alahi wa Sallam telah mengharamkannya. (tafsir Al-Qurthubi 5/132).

Dan kalau kita menerima bahwa makna dari ayat tersebut adalah nikah mut’ah maka hal itu berlaku di awal Islam sebelum diharamkan. (Al-Qurthubi 5/133, Ibnu Katsir 1/474).

Kesalahan Pemikiran Pendukung Nikah Mut’ah Berikutnya adalah:
Hadits Abdullah bin Mas’ud, Jabir bin Abdullah dan Salamah bin Akwa’ diatas menunjukkan bahwa nikah mut’ah halal.

Maka Jawaban atas Hal ini adalah:
Semua hadits yang menunjukkan halalnya nikah mut’ah telah di mansukh. Hal ini sangat jelas sekali dengan sabda Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yang artinya:
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya dahulu saya telah mengizinkan kalian mut’ah dengan wanita. Sekarang Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat”

Berkata Imam Bukhari (5117) setelah meriwayatkan hadits Jabir dan Salamah: Ali telah menjelaskan dari Rasululloh bahwa hadits tersebut dimansukh.

Syubhat Berikutnya adalah:
Sebagian para sahabat masih melakukan nikah mut’ah sepeninggal Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampai umar melarangnya, sebagaimana disebutkan dalam banyak riwayat, diantaranya:
Dari jabir bin Abdullah berkata: Dahulu kita nikah mut’ah dengan mahar segenggam kurma atau tepung pada masa Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi wa sallam juga Abu Bakar sampai umar melarangnya.(Muslim 1023).

Jawaban bagi Seorang Muslim yang Taat Kepada Alloh Ta’ala:
Riwayat Jabir ini menunjukkan bahwa beliau belum mengetahui terhapusnya kebolehan mut’ah. Berkata Imam Nawawi: Riwayat ini menunjukkan bahwa orang yang masih melakukan nikah mut’ah pada Abu bakar da Umar belum mengetahui terhapusnya hukum tersebut. (Syarah Shahih Muslim 3/555, lihat pula fathul bari, zadul Ma’ad 3/462).

Perkataan yang salah dari salah seorang tokoh Nikah Mut’ah kontermporer:
Tidak semua orang mampu untuk menikah untuk selamanya terutama para pemuda karena berbagai sebab, padahal mereka sedang mengalami masa puber dalam hal seksualnya, maka banyaknya godaan pada saat ini sangat memungkinkan mereka untuk terjerumus ke dalam perbuatan zina, oleh karena itu nikah mut’ah adalah solusi agar terhindar dari perbuatan keji itu. (lihat Al-Mut’ah fil Islam oleh husan Yusuf Al-Amili hal 12-14).

Jawaban atas Syubhat ini adalah:
Ucapan ini salah dari pangkal ujungnya, cukup bagi kita untuk mengatakan tiga hal ini :
Pertama: bahwa mut’ah telah jelas keharamannya, dan sesuatu yang haram tidak pernah di jadikan oleh Allah sebagai obat dan solusi.

Kedua: ucapan ini Cuma melihat solusi dari sisi laki-laki yang sedang menggejolak nafsunya dan tidak memalingkan pandangannya sedikitpun kepada wanita yang dijadikannya sebagai tempat pelampiasan nafsu syahwatnya, lalu apa bedanya antara mut’ah ini dengan pelacuran komersil????

Ketiga: islam telah memberikan solusi tanpa efek samping pada siapapun yaitu pernikahan yang bersifat abadi dan kalau belum mampu maka dengan puasa yang bisa menahan nafsunya, sebagaimana sabda Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yang artinya:
“Wahai para pemuda, barang siapa yang mampu menikah maka hendaklah menikah, karena itu lebih bisa menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, dan barangsiapa yang tidak mampu maka hendaklah dia berpuasa karena itu bisa menjadi tameng baginya”. (HR. Bukhari 5066, Muslim 1400).

Wallahu a’lam.

Selasa

Mengenal Allah SWT

Tak kenal maka tak sayang, demikian bunyi pepatah. Banyak orang mengaku mengenal Allah, tapi mereka tidak cinta kepada Allah. Buktinya, mereka banyak melanggar perintah dan larangan Allah. Sebabnya, ternyata mereka tidak mengenal Allah dengan sebenarnya.

Sekilas, membahas persoalan bagaimana mengenal Allah bukan sesuatu yang asing. Bahkan mungkin ada yang mengatakan untuk apa hal yang demikian itu dibahas? Bukankah kita semua telah mengetahui dan mengenal pencipta kita? Bukankah kita telah mengakui itu semua?

Kalau mengenal Allah sebatas di masjid, di majelis dzikir, atau di majelis ilmu atau mengenal-Nya ketika tersandung batu, ketika mendengar kematian, atau ketika mendapatkan musibah dan mendapatkan kesenangan, barangkali akan terlontar pertanyaan demikian.

Yang dimaksud dalam pembahasan ini yaitu mengenal Allah yang akan membuahkan rasa takut kepada-Nya, tawakal, berharap, menggantungkan diri, dan ketundukan hanya kepada-Nya. Sehingga kita bisa mewujudkan segala bentuk ketaatan dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya. Yang akan menenteramkan hati ketika orang-orang mengalami gundah-gulana dalam hidup, mendapatkan rasa aman ketika orang-orang dirundung rasa takut dan akan berani menghadapi segala macam problema hidup.

Faktanya, banyak yang mengaku mengenal Allah tetapi mereka selalu bermaksiat kepada-Nya siang dan malam. Lalu apa manfaat kita mengenal Allah kalau keadaannya demikian? Dan apa artinya kita mengenal Allah sementara kita melanggar perintah dan larangan-Nya?

Maka dari itu mari kita menyimak pembahasan tentang masalah ini, agar kita mengerti hakikat mengenal Allah dan bisa memetik buahnya dalam wujud amal.

Mengenal Allah ada empat cara yaitu mengenal wujud Allah, mengenal Rububiyah Allah, mengenal Uluhiyah Allah, dan mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah.

Keempat cara ini telah disebutkan Allah di dalam Al Qur’an dan di dalam As Sunnah baik global maupun terperinci.

Ibnul Qoyyim dalam kitab Al Fawaid hal 29, mengatakan:
“Allah mengajak hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di dalam Al Qur’an dengan dua cara yaitu pertama, melihat segala perbuatan Allah dan yang kedua, melihat dan merenungi serta menggali tanda-tanda kebesaran Allah seperti dalam firman-Nya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam terdapat (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal.” (QS. Ali Imran: 190)

Juga dalam firman-Nya yang lain:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang, serta bahtera yang berjalan di lautan yang bermanfaat bagi manusia.” (QS. Al Baqarah: 164)

Mengenal Wujud Allah.

Yaitu beriman bahwa Allah itu ada. Dan adanya Allah telah diakui oleh fitrah, akal, panca indera manusia, dan ditetapkan pula oleh syari’at.

Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu tentu ada yang mengadakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dan panca indera kita mengakui adanya Allah di mana kita melihat ada orang yang berdoa, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah mengabulkannya. Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an:
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman ): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu’ Mereka menjawab: ‘(Betul Engkau Tuhan kami) kami mempersaksikannya (Kami lakukan yang demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu) atau agar kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah mereka.’.” (QS. Al A’raf: 172-173)

Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan fitrahnya mengenal Rabbnya. Adapun bukti syari’at, kita menyakini bahwa syari’at Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat bagi seluruh makhluk, menunjukkan bahwa syari’at itu datang dari sisi Dzat yang Maha Bijaksana. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 41-45)

Mengenal Rububiyah Allah

Rububiyah Allah adalah mengesakan Allah dalam tiga perkara yaitu penciptaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan pengaturan-Nya. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 14)

Maknanya, menyakini bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rizki, mendatangkan segala mamfaat dan menolak segala mudharat. Dzat yang mengawasi, mengatur, penguasa, pemilik hukum dan selainnya dari segala sesuatu yang menunjukkan kekuasaan tunggal bagi Allah.

Dari sini, seorang mukmin harus meyakini bahwa tidak ada seorangpun yang menandingi Allah dalam hal ini.
Allah mengatakan: “’Katakanlah!’ Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya sgala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al Ikhlash: 1-4)

Maka ketika seseorang meyakini bahwa selain Allah ada yang memiliki kemampuan untuk melakukan seperti di atas, berarti orang tersebut telah mendzalimi Allah dan menyekutukan-Nya dengan selain-Nya.

Dalam masalah rububiyah Allah sebagian orang kafir jahiliyah tidak mengingkarinya sedikitpun dan mereka meyakini bahwa yang mampu melakukan demikian hanyalah Allah semata. Mereka tidak menyakini bahwa apa yang selama ini mereka sembah dan agungkan mampu melakukan hal yang demikian itu. Lalu apa tujuan mereka menyembah Tuhan yang banyak itu? Apakah mereka tidak mengetahui jikalau ‘tuhan-tuhan’ mereka itu tidak bisa berbuat apa-apa? Dan apa yang mereka inginkan dari sesembahan itu?

Allah telah menceritakan di dalam Al Qur’an bahwa mereka memiliki dua tujuan. Pertama, mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya sebagaimana firman Allah:

“Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai penolong (mereka mengatakan): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami di sisi Allah dengan sedekat-dekatnya’.” (Az Zumar: 3 )

Kedua, agar mereka memberikan syafa’at (pembelaan ) di sisi Allah. Allah berfirman:

“Dan mereka menyembah selain Allah dari apa-apa yang tidak bisa memberikan mudharat dan manfaat bagi mereka dan mereka berkata: ‘Mereka (sesembahan itu) adalah yang memberi syafa’at kami di sisi Allah’.” (QS. Yunus: 18, Lihat kitab Kasyfusy Syubuhat karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab)

Keyakinan sebagian orang kafir terhadap tauhid rububiyah Allah telah dijelaskan Allah dalam beberapa firman-Nya:
“Kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan mereka? Mereka akan menjawab Allah.” (QS. Az Zukhruf: 87)
“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan yang menundukkan matahari dan bulan? Mereka akan mengatakan Allah.” (QS. Al Ankabut: 61)
“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan bumi setelah matinya? Mereka akan menjawab Allah.” (QS. Al Ankabut: 63)

Demikianlah Allah menjelaskan tentang keyakinan mereka terhadap tauhid Rububiyah Allah. Keyakinan mereka yang demikian itu tidak menyebabkan mereka masuk ke dalam Islam dan menyebabkan halalnya darah dan harta mereka sehingga Rasulullah mengumumkan peperangan melawan mereka.

Makanya, jika kita melihat kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, kita sadari betapa besar kerusakan akidah yang melanda saudara-saudara kita. Banyak yang masih menyakini bahwa selain Allah, ada yang mampu menolak mudharat dan mendatangkan mamfa’at, meluluskan dalam ujian, memberikan keberhasilan dalam usaha, dan menyembuhkan penyakit. Sehingga, mereka harus berbondong-bondong meminta-minta di kuburan orang-orang shalih, atau kuburan para wali, atau di tempat-tempat keramat.

Mereka harus pula mendatangi para dukun, tukang ramal, dan tukang tenung atau dengan istilah sekarang paranormal. Semua perbuatan dan keyakinan ini, merupakan keyakinan yang rusak dan bentuk kesyirikan kepada Allah.

Ringkasnya, tidak ada yang bisa memberi rizki, menyembuhkan segala macam penyakit, menolak segala macam marabahaya, memberikan segala macam manfaat, membahagiakan, menyengsarakan, menjadikan seseorang miskin dan kaya, yang menghidupkan, yang mematikan, yang meluluskan seseorang dari segala macam ujian, yang menaikkan dan menurunkan pangkat dan jabatan seseorang, kecuali Allah. Semuanya ini menuntut kita agar hanya meminta kepada Allah semata dan tidak kepada selain-Nya.

Mengenal Uluhiyah Allah

Uluhiyah Allah adalah mengesakan segala bentuk peribadatan bagi Allah, seperti berdo’a, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Memperuntukkan satu jenis ibadah kepada selain Allah termasuk perbuatan dzalim yang besar di sisi-Nya yang sering diistilahkan dengan syirik kepada Allah.
Allah berfirman di dalam Al Qur’an:
“Hanya kepada-Mu ya Allah kami menyembah dan hanya kepada-Mu ya Allah kami meminta.” (QS. Al Fatihah: 5)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah membimbing Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu dengan sabda beliau:
“Dan apabila kamu minta maka mintalah kepada Allah dan apabila kamu minta tolong maka minta tolonglah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)

Allah berfirman:
“Dan sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (QS. An Nisa: 36)

Allah berfirman:
“Hai sekalian manusia sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al Baqarah: 21)

Dengan ayat-ayat dan hadits di atas, Allah dan Rasul-Nya telah jelas mengingatkan tentang tidak bolehnya seseorang untuk memberikan peribadatan sedikitpun kepada selain Allah karena semuanya itu hanyalah milik Allah semata.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Allah berfirman kepada ahli neraka yang paling ringan adzabnya. ‘Kalau seandainya kamu memiliki dunia dan apa yang ada di dalamnya dan sepertinya lagi, apakah kamu akan menebus dirimu? Dia menjawab ya. Allah berfirman: ‘Sungguh Aku telah menginginkan darimu lebih rendah dari ini dan ketika kamu berada di tulang rusuknya Adam tetapi kamu enggan kecuali terus menyekutukan-Ku.” ( HR. Muslim dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu )

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Allah berfirman dalam hadits qudsi: “Saya tidak butuh kepada sekutu-sekutu, maka barang siapa yang melakukan satu amalan dan dia menyekutukan Aku dengan selain-Ku maka Aku akan membiarkannya dan sekutunya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu )

Contoh konkrit penyimpangan uluhiyah Allah di antaranya ketika seseorang mengalami musibah di mana ia berharap bisa terlepas dari musibah tersebut. Lalu orang tersebut datang ke makam seorang wali, atau kepada seorang dukun, atau ke tempat keramat atau ke tempat lainnya. Ia meminta di tempat itu agar penghuni tempat tersebut atau sang dukun, bisa melepaskannya dari musibah yang menimpanya. Ia begitu berharap dan takut jika tidak terpenuhi keinginannya. Ia pun mempersembahkan sesembelihan bahkan bernadzar, berjanji akan beri’tikaf di tempat tersebut jika terlepas dari musibah seperti keluar dari lilitan hutang.

Ibnul Qoyyim mengatakan: “Kesyirikan adalah penghancur tauhid rububiyah dan pelecehan terhadap tauhid uluhiyyah, dan berburuk sangka terhadap Allah.”

Mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah

Maksudnya, kita beriman bahwa Allah memiliki nama-nama yang Dia telah menamakan diri-Nya dan yang telah dinamakan oleh Rasul-Nya. Dan beriman bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang tinggi yang telah Dia sifati diri-Nya dan yang telah disifati oleh Rasul-Nya. Allah memiliki nama-nama yang mulia dan sifat yang tinggi berdasarkan firman Allah:

“Dan Allah memiliki nama-nama yang baik.” (Qs. Al A’raf: 186)

“Dan Allah memiliki permisalan yang tinggi.” (QS. An Nahl: 60)


Dalam hal ini, kita harus beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan apa yang dimaukan Allah dan Rasul-Nya dan tidak menyelewengkannya sedikitpun. Imam Syafi’i meletakkan kaidah dasar ketika berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut:
“Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Rasulullah” (Lihat Kitab Syarah Lum’atul I’tiqad Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin hal 36)

Ketika berbicara tentang sifat-sifat dan nama-nama Allah yang menyimpang dari yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka kita telah berbicara tentang Allah tampa dasar ilmu. Tentu yang demikian itu diharamkan dan dibenci dalam agama. Allah berfirman:
“Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tampa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah (keterangan) untuk itu dan (mengharamkan) kalian berbicara tentang Allah tampa dasar ilmu.” (QS. Al A’raf: 33)

“Dan janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak memiliki ilmu padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan diminta pertanggungan jawaban.” (QS. Al Isra: 36)

Wallahu ‘alam

Senin

Doa agar terhindar dari Bahaya

Dibawah ini adalah doa agar terhindar dari bahaya, umpamanya, kebakaran atau gempa:

ALLOOHUMMA ANTA ROBBI LAA ILAAHA ILLA ANTA 'ALAIKA TAWAKKALTU WA ANTA ROBBUL'ARSYIL AZHIIM. MAASYAA ALLOOHU KAANA WA MAA LAM YASYALAM YAKUN. LAA HAULAA WALAA QUWWATA ILLA BILLAAHIL'ALIYYIL 'AZHIIM. A'ALAMU ANNALLOOHA 'ALAA KULLI SYAI IN QODIIR.

Artinya dalam Bahasa Indonesia :

“ Ya Allah Engkau Tuhanku tiada Tuhan selain Engkau, kepada Engkau aku berserah diri, Engkaulah Tuhan 'Arsyi yang agung, apa yang dikehendaki Allah terjadilah dan apa yang tidak dikehendaki oleh Allah tidak akan terjadi. Tidak ada daya kekuatan hanya Allah ”

Semoga Bermanfat

Minggu

Foto-foto Akibat Gempa di Padang

























SubhanAllah

(gambar diambil dari berbagai sumber)

Sabtu

Gempa dan Ujian

Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 155:
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar."


Semoga Allah Swt selalu merahmati kita semua, diberi ketabahan yang tinggi atas segala apa yang telah ditakdirkan kepada kita selama ini.Dan Semoga Allah swt memberikan obat yang mujarab atas apa yang telah diturunkannya, saya yakin Dia tidak akan menghadiahkan sebuah ujian kepada kita, jikalau kita tidak mampu menerimanya.
Kita tahu bencana demi bencana yang melanda negara kita ini, seakan tak pernah henti-hentinya, mereka datang silih berganti dari gempa di Yogyakarta, Garut dan yang terakhir adalah negeri Padang, Sumatera Barat. Gempa berkekuatan 7,6 SK pun mengguncang ranah minang yang elok. Saudara-saudari kita disana dengan linangan air mata melihat rumahnya yg hampir rata dengan tanah. Tempat mereka berteduh telah musnah oleh gempa,yang datangnya dengan sangat tiba-tiba, merekapun kehilangan sanak saudaranya yang tertimbun oleh reruntuhan,kini hampir tak ada lagi yg tersisa, tak ada lagi yang bisa untuk diselamatkan.
Namun bagi yang mempunyai kekuatan aqidah yang kokoh, sedikit pun tidak nampak raut kesedihan pada wajahnya. Padahal mereka sudah tidak mempunyai apa-apa, hilang musnah ditelan gempa, Mereka pun mesti mengubur dalam-dalam bayang kenyamanan tinggal di sebuah rumah. Karena rumahnya kini hanya beralaskan tanah dan beratapkan langit. Apapun yg terjadi dia tetap memiliki sebuah keyakinan bahwa di balik itu semua ada hikmah yang akan diberikan oleh Yang Maha Memiliki.
Sebenarnya kalau kita mau renungkan sesungguhnya Allah tidaklah melakukan sesuatu apapun di dunia ini tanpa ada maksud dan tujuannya, Allah swt akan selalu memberikan yang terbaik pada umatnya yang takwa, sebagaimana sabda Rasulullah saw :

“Barangsiapa dikehendaki oleh Allah suatu kebaikan bagi dirinya nescaya Allah akan menimpakan baginya musibah”

Semoga dengan adanya bencana yang selalu menimpa bangsa kita, kita selalu tegar dan kuat menghadapinya, dan kita akan mendapatkan begitu besar pahala dariNya, karena Nabi kita Rasulullah saw pernah bersabda:

"Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung dgn besarnya ujian/musibah yg menimpamu”.

Kepada teman-teman yang membaca tulisan ini, Mari kita berdoa kepada saudara kita di Padang dan Sumbar, mudah-mudahan Allah Swt tetap memberikan kesabaran dan ketabahan serta meringankan penderitaan sesegera mungkin, dan memberikan penggantinya yang lebih baik dari yang mereka dapatkan selama ini.

InsyaAllah..Amiiiin

Jumat

Rahasia agar Awet Muda

Sejak dahulu kala para orang - orang berusaha keras agar tampak lebih muda daripada umur yang sebenarnya atau awet muda.
Seoramg wanita muslimah pernah ditanyakan tentang alat kosmetiknya,lalu ia menjawab;

''Alat kecantikanku adalah;
1.Berbicara jujur untuk bibirku.
2.membaca Qur'an untuk suaraku
3.kasih sayang dan rahmat untuk mataku.
4.berbuat kebaikan untuk tanganku.
5.Istiqamah untuk tubuhku.
6.Ikhlas karena Allah untuk hatiku.''

Anda pun akan tampak awet muda ,lebih menarik dan mempesona ,asalkan anda juga mau mengikuti petunjuk yang diberikan dibawah ini,
Caranya adalah sebagai berikut;
1.Hindari perbuatan maksiat,karena maksiat dapat menggelapkan hati dan muka.
2.Laksanakan shalat 5 wktu .
3.Jangan tinggal dari wudhu / membiasakan berwudhu.
4.Menjadikan kebiasaan dalam membaca Qur'an.
5.Membiasakan Shalat tahajjud.
6.Kurangi/hindari makan yang berlebih-lebihan.
7.Membiasakan puasa sunnah Senin dan Kamis.
8.Bacalah Asma Allah ; ''YAA HAMIIDU'' setiap selesai shalat Subuh 99x, lalu ditiupkan pd kedua belah tangannya dan disapukan kemuka.


Wallahu a'lam
Semoga Bermanfaat